Apa yang terjadi ketika dunia beserta semua tatanan di dalamnya yang kita terima sebagai sebuah kenyataan kodrati berhenti? Kita pernah mengalami sedikit dari skenario ini pada kurun 2020-2021 lalu ketika dunia dilanda pandemi COVID-19. Hiruk pikuk aktivitas manusia dipaksa untuk mengambil jeda sebagai konsekuensi atas langkah yang ditempuh untuk memutus penyebarluasan virus penyebab penyakit ini yang menyebar melalui udara. Dunia memang tidak sepenuhnya berhenti. Karena rasanya sebuah sandungan saja tidak akan cukup untuk menghentikan laju peradaban manusia yang semakin kreatif dalam mengakumulasi kekayaan sejak Revolusi Industri, dan semakin terhubung dalam sebuah kampung global sejak perkembangan berbagai moda transportasi dan terutama Revolusi Teknologi Informasi. Jadi meski bandara, stasiun, terminal dan pelabuhan mengalami penurunan aktivitas secara drastis, manusia tetap mengupayakan kehidupan tetap berjalan seperti sebelum datangnya wabah.

New Normal menjadi diksi baru yang dipahami hampir semua orang sebagai seperangkat peraturan dan gaya hidup baru yang harus dijalankan untuk melanjutkan hidup sebagaimana dunia berjalan sebelumnya. Tak bisa disangkal, diksi New Normal juga menjadi penanda ketahanan/resiliensi manusia dalam menghadapi tantangan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Sekarang bayangkan situasi serupa pandemi yang lalu namun dalam skala yang lebih besar, penyakit yang tidak hanya membunuh, namun juga mematikan semua pranata sosial, ekonomi, politik dan semua hal yang menjadikan hidup sebagaimana kita ketahui dan membawa manusia menjadi species unggul pembawa peradaban. Sehingga New Normal saja tidak cukup mengembalikan dunia kembali ke titik normal. Inilah premis utama The Walking Dead, TV series yang pertama kali tayang pada Oktober 2010 dan kini berkembang sebagai sebuah franchise dengan perluasan latar cerita (extended universe) menjadi beberapa spin-off yang tidak kalah menarik: Fear The Walking Dead, World Beyond, Dead City, Daryl Dixon, dan The Ones Who Live.
The Walking Dead merupakan adaptasi dari komik dengan judul serupa karya Robert Kirkman dan Tony Moore. Kirkman terlibat pula dalam adaptasi TV series-nya sebagai penulis naskah dan executive producer. Cerita tentang mayat hidup (zombie) dan distopia merebaknya wabah yang menyebabkan runtuhnya kehidupan normal tentunya bukan hal baru dalam budaya populer. Adalah White Zombie karya Bela Lugosi yang dirilis pada tahun 1932 tercatat sebagai film pertama yang mengangkat cerita mengenai mayat hidup. Berlatar di Haiti, yang kental dengan mitos mayat hidup melalui praktek Voodo yang kesohor itu, film ini bercerita tentang perempuan muda yang diubah menjadi zombie oleh seorang Voodo master. Namun film Night of the Living Dead garapan George A. Romero pada 1968 lah yang banyak dianggap sebagai peletak pakem genre film dan cerita-cerita zombie dalam budaya populer yang kita kenal sekarang. Zombie dalam cerita Romero digambarkan sebagai mayat yang hidup kembali dengan dorongan yang sangat besar untuk memangsa manusia hidup.
Maka dalam hal cerita seputar mayat hidup, tentunya The Walking Dead tidak menawarkan sesuatu yang baru. Walkers, sebutan mayat hidup yang disematkan oleh tokoh utama dalam cerita ini, memiliki karakteristik zombie sebagaimana yang digambarkan Romero lebih dari 5 dekade lalu. Namun walkers atau zombie, dalam pandangan saya, memang tidak pernah menjadi inti cerita The Walking Dead. Bagaimana para penyintas menavigasi kehidupan post-apocalyptic world setelah merebaknya wabah yang menyebabkan munculnya mayat hidup ini lah yang menjadi inti cerita dari The Walking Dead dan semua spin-off nya. The Walking Dead praktis hanya mengulas soal misteri seputar walkers dan apa yang menyebabkan terjadinya semua ini di season pertama saja.
Rick Grimes, protagonis utama cerita ini, berupaya mencari tau semua ini dengan mendapatkan konfirmasi dan perlindung ke CDC (Center for Disease Control and Prevention) di Atlanta, Gorgia, Amerika Serikat. Rick yang menemukan komplek CDC nyaris terlantar, hanya menemukan seorang ilmuwan tersisa yang memberikan kabar buruk bahwa semua orang yang saat ini masih hidup telah terpapar patogen yang menyebabkan mereka menjadi walkers ketika mereka mati, dan saat ini tidak ada obat/vaksin yang dapat digunankan untuk mengangkalnya. Misteri seputar walkers, mayat hidup yang menjadi tituler TV series ini, bisa dibilang selesai disini. Cerita kemudian berlanjut hingga season ke-11 mengenai bagaimana manusia hidup tersisa bertahan hidup ditengah berubahnya tatanan kehidupan pasca zombie outbreak.
Mayat hidup bisa dibilang hanya menjadi pelengkap plot yang harus dihadapi oleh karakter di TV series ini. Kirkman sebagai penulis orisinal cerita ini bahkan tidak pernah mengungkap apa yang menyebabkan terjadinya zombie outbreak di versi komiknya. Sedikit dari misteri itu baru terungkap justru di akhir season ke-2 World Beyond dimana Dr. Edward Jenner, ilmuwan CDC yang bertemu Rick, mengirimkan pesan video yang terputus ke koleganya di Perancis untuk berbagi update mengenai karakter patogen yang menyebabkan zombie outbreak. Disebutkan pula keberadaan Primrose Team yang melakukan ujicoba wildfire virus dengan kemampuan “menghidupkan” kembali sel otak yang telah mati. Akhir cerita yang menggantung dari spin-off The Walking Dead ini tidak menjawab utuh misteri penyebab zombie outbreak sehingga memunculkan spekulasi di kalangan penggemar mengenai kecelakaan kerja yang menyebabkan gagalnya kontaminasi wildlife virus di sebuah lab di Perancis. Meski misteri penyebab zombie outbreak ini menjadi daya tarik TV series di semesta the Walking Dead ini, tidak berlebihan jika menyebut zombie tidak pernah menjadi inti cerita yang ditawarkan.
Runtuhnya pranata sosial, politik, dan ekonomi akibat zombie outbreak yang harus dinavigasi oleh para penyintas berhasil menyuguhkan drama dan tragedi yang lebih menarik ketimbang menyaksikan aksi laga para tokoh cerita menyelamatkan diri dari kejaran zombie. Kita dipaksa untuk menginvestasikan perasaan dan harapan yang besar pada karakter tokoh-tokoh di series ini yang berkembang seiring dengan kondisi serupa New Normal namun dengan skala yang lebih besar dan radikal. Ini pula, dalam hemat saya, menyebabkan series ini tidak dapat dianggap sebagai popcorn show yang dapat dinikmati sambil lalu tanpa harus terikat dengan material cerita. Terlebih setelah kita mengalami sendiri pandemi dan merasakan penyesuaian hidup dan keseharian melalui New Normal itu. Sekarang, menonton berbagai seri dari semesta The Walking Dead terasa berbeda, sebab situasi yang digambarkan di dalamnya adalah skenario yang sangat mungkin terjadi di masa yang akan datang.
The Walking Dead memberikan ilustrasi mengenai bagaimana moral kompas para penyintas dapat bergeser sedemikian rupa sehingga itu dapat memberikan pembenaran atas berbagai aktivitas yang tidak mungkin dilakukan dalam situasi normal. Hal ini tidak dapat dihindari seiring dengan runtuhnya seluruh pranata yang menyebabkan hidup berjalan sebagaimana kita kenal disusul dengan absennya otoritas yang menjamin rasa aman. Para penyintas akan terbagi ke dalam kelompok-kelompok yang akan saling berkompetisi satu sama lain dalam memperebutkan sumber daya yang semakin terbatas. Kombinasi semua itu mendorong pudarnya kepercayaan diantara para penyintas. Kolaborasi, yang bisa saja menjadi penyelamat manusia tersisa, menjadi hal yang sangat sulit diwujudkan ditengah ketidakpastian masa depan. Sebagaimana terlihat dalam semua seri The Walking Dead, meski sama-sama menjadi penyintas, manusia tidak akan dengan segera saling menolong satu sama lain ketika salah satu dari mereka menghadapi kesulitan. Setelah era pandemi lalu, rasanya menonton series ini akan memaksa kita untuk berfikir apa yang akan kita lakukan jika kita dihadapkan situasi serupa: menyelamatkan diri dan orang terdekat atau berkorban untuk kepentingan yang lebih besar?
Hal lain yang juga menarik adalah bagaimana The Walking Dead menggambarkan naluri manusia untuk menemukan rasa aman ditengah kekacauan dengan mencari sosok yang dipercaya dapat memberikan itu. Serial ini dengan cermat menunjukan jika ketersediaan sumber daya saja tidak cukup untuk memastikan kelangsungan kehidupan. Keberadaan tatanan menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan bagi berkembangnya kehidupan, baik untuk memastikan keberlanjutan sumber daya, alokasinya, hingga penghukuman bagi mereka yang melakukan hal yang bertolak belakang dengan tujuan bersama untuk bertahan hidup. Maka kemunculan karakter pemimpin kuat dan cenderung fasistik dalam serial ini tidak dapat dihindarkan. Meski menarik bagi dramatisasi cerita, keberadaan mereka tidak bisa dilihat secara hitam putih. Pergeseran kompas moral ketika dihadapkan pada situasi chaos yang tidak menentu mendorong kita untuk membenarkan kemunculan karakter-karakter absolut ini. Negan, salah satu karakter antagonis dalam serial ini, berdalih kekejaman yang Ia lakukan saat menjadi pemimpin sebuah kelompok penyintas sebagai aksi teatrikal yang dibutuhkan untuk memastikan mereka yang memilih berlindung bersamanya akan mendapatkan rasa aman yang diidamkan. Selain lahirnya sosok absolut, serial ini juga dengan sangat apik menunjukan hasrat manusia untuk kembali pada situasi normal dengan menciptakan harapan semu dalam balutan keyakinan magis-religius yang relevan dengan situasi yang mereka hadapi. Hal ini tergambar misalnya dalam Daryl Dixon, salah satu spin-off serial ini, yang berlatar di Paris dimana para penyintas mampu berkolaborasi dan dan mengeyampingkan perbedaan ketika memiliki keyakinan lahirnya messiah baru yang akan mengakhiri zombie outbreak.
Singkatnya, meski serial ini menggambarkan distopia yang mencekam, seluruh premisnya berakar dari semua hal yang kita hadapi saat ini. Perebutan sumber daya yang terbatas, keyakinan magis-religius dalam menghadapi permasalahan aktual yang berlebihan sehingga berbalik menjadi penghambat kemajuan, hingga kecenderungan memilih pemimpin autokratik adalah fenomena yang kita hadapi saat ini. Pengalaman melewati Pandemi COVID juga memberikan kesan berbeda ketika menonton kembali serial The Walking Dead dan beberapa spin-off nya yang dirilis empat tahun kebelakang. Anda dapat menyaksikan Keseluruhan episode The Walking Dead dan The Ones Who Live melalui kanal streaming Disney+, The Wold Beyond di Prime Video. Adapun serial Fear the Walking Dead, Dead City dan Daryl Dixon dapat anda saksikan di Netflix US (menggunakan VPN).
Leave a Reply