Sebagai salah satu lembaga tertua (telah berdiri kurang lebih sekitar 2000-an tahun) yang masih kokoh berdiri saat ini, Vatikan dan Gereja Katolik serta semua yang menyertainya: tradisi, sejarah, kelembagaan dan semua misteri di sekitarnya selalu menarik perhatian banyak orang. Meski bukan seorang Katolik, saya termasuk salah satu yang kerap penasaran dengan insitusi ini. Sebagai seorang yang pernah mengenyam pendidikan hukum ketatanegaraan, selalu ada pertanyaan random yang muncul di kepala saya: “Bagaimana status kewarganegaraan seorang kardinal jika dia terpilih sebagai Paus dalam Conclave, proses pemilihan Paus yang tertutup dan misterius itu?”, “Bagaimana relasi kedutaan Vatikan yang tersebar di berbagai negara dengan badan hukum Gereja Katolik yang ada di negara tersebut?”, “Bagaimana loyalitas seorang presiden dan pejabat publik lainnya yang kebetulan juga seorang Katolik di sebuah negara, apakah Paus dapat mempengaruhi pilihan kebijakan publiknya?”. Pertanyaan terakhir ini sangat menarik dalam konteks Amerika Serikat yang 6 dari 9 Hakim Agung-nya terdaftar sebagai Katolik (atau 7 jika memperhitungkan Justice Gorsuch yang dibesarkan sebagai Katolik dan melakukan konversi ke Protestanisme di usia dewasa). Dan banyak pertanyaan trivial lain yang cukup membuat saya menghabiskan waktu melakukan penelusuran dari satu laman wikipedia ke laman lainnya, laman resmi negara kota Vatikan, sampai artikel-artikel ilmiah yang membahas ini.
Rasanya cukup beralasan pula misteri seputar Vatikan ini kerap menjadi basis bagi penulisan karya-karya populer yang cukup sukses di pasar. Sebutlah Angels and Demons, fiksi karya penulis Dan Brown yang juga sudah diadaptasi ke layar lebar dibintangi Tom Hanks, yang berlatar dinamika dalam prosesi pemilihan dalam Conclave itu. Sebuah film dengan tajuk Conclave juga akan dirilis akhir tahun 2024 ini, dari trailer yang sudah dirilis, film ini juga akan mengulas dinamika saat para kardinal melakukan pertemuan tertutup untuk memilih primus interpares diantara mereka. Sebelumnya, Netflix merilis The Two Popes yang mengangkat kisah dibalik keputusan Paus Benediktus XVI mundur secara sukarela dari Tahta Kepausan pada 2013, hal yang terakhir kali dilakukan oleh Paus Celestine V pada 1294. Satu karya populer yang berlatar Gereja Katolik dan Vatikan yang menarik perhatian saya baru-baru ini adalah miniseri The Young Pope dan sekuelnya The New Pope yang dibintangi Jude Law sebagai Lenny Benardo, seorang Amerika pertama yang terpilih sebagai Paus dengan nama Pius XIII. The Young Pope tidak hanya menyuguhkan cerita satir yang apik namun juga sinematografi yang sangat memanjakan mata. Tim produksi miniseri ini memastikan orisinalitas tidak hanya pada jubah dan aksesoris yang digunakan Paus dan para Kardinal, namun juga interior dan karya seni yang dibuat sedemikian rupa menyerupai Kapel Sistina, Istana Apostolik, dan Basilika Santo Petrus. Pemilihan musik yang mengiringi adegan dalam miniseri ini juga sangat berkelas. Saat menonton saya sampai tergoda menyiapkan aplikasi Shazam di gawai untuk melacak soundtrack yang dipilih music director miniseri ini. Tidak cukup sampai disitu, pemilihan soundtrack yang apik juga dipadukan dengan koreografi tarian yang seolah memang dibuat untuk itu di awal dan akhir setiap episodenya. Singkatnya, dari sisi audio-visul, ini miniseri yang benar-benar akan memanjakan mata dan telinga anda. Tapi jika Anda seorang Katolik, mungkin Anda akan menemukan beberapa hal yang rasanya “kurang ajar” di dalamnya. Blasphemous adalah label yang disematkan beberapa media Katolik atas miniseri yang di IMDB mendapatkan rating 8,3 dari 10 ini.
***
Lenny Belardo bukanlah Papabile, mereka yang diprediksi dan difavoritkan menjadi Paus, pada Conclave, pertemuan tertutup para Kardinal setelah seorang Paus wafat atau mengundurkan diri. Lenny, salah satu yang termuda dalam college of cardinals awalnya dimajukan sebagai calon alternatif untuk memecah kebuntuan pemilihan Paus dalam Conclave yang tidak kunjung mencapai suara mayoritas. Kardinal Voiello, yang juga menjabat sebagai Secretary of State Negara Vatikan dan sejak awal episode dicitrakan sebagai man behind the scenes semua peristiwa penting Vatikan, beranggapan seorang Kardinal muda akan lebih mudah dikendalikan ketika dia dipilih menjadi Paus. Dengan dinamika seperti ini awalnya saya mengira jika miniseri ini semacam House of Cards versi Vatikan yang menyuguhkan intrik dan konspirasi politik dalam tubuh Roman curia, lembaga eksekutif yang menjalankan birokrasi Negara Kota Vatikan. Namun tidak sampai 15 menit di episode pertama kita disuguhkan pemandangan menggelikan para kardinal, imam dan pangeran gereja, yang tampak konyol dan komikal. Terlebih ketika Lenny, yang mengambil nama Pius Xlll sebagai nama kepausannya, ternyata tidak senaif yang mereka kira. Menyadari besarnya kekuasaan yang dia miliki sebagai seorang Paus, Lenny memulai perjalanan kepausannya dengan mengabaikan naskah yang disiapkan Voiello untuk sambutan pertamanya kepada khalayak. Di atas balkon Basilika Santo Petrus, Pius Xlll berpidato off-script dengan tonase marah dan tidak besahabat. Umat yang kaget dengan gaya Paus baru mereka hanya bisa diam, beberapa menangis ketakutan. Kurang dari 5 menit sambutan singkatnya, Paus menghakimi ummatnya yang ia tuduh telah melupakan dan menjauhi Tuhan. Dia juga tidak ingin mereka memintanya menjadi penghubung dan pembimbing dalam upaya mencari dan menemukan kembali Tuhan. Seolah menegaskan bahwa ia hanyalah seorang manusia biasa yang juga sedang dalam perjalanan spiritualnya untuk menuju Tuhan.
Sambutan singkat diatas balkon Basilika Santo Petrus itu menandai era Kepausan Lenny yang tidak biasa. Ia melarang reproduksi foto dan gambar dirinya, membatasi orang biasa bertemu bahkan melihat dirinya secara langsung, dan yang paling simbolik: Lenny meminta Papal Tiara, Mahkota Kepausan, dikembalikan ke Vatikan dari Bassilica of the National Shrine of the Immaculate Conception di Washington DC. Soal Papal Tiara ini memang bukan rekaan penulis naskah. Mahkota emas tiga susun (triregnum) berlapis safir, rubi, dan emerald ini memang ornamen resmi Gereja yang secara resmi digunakan terakhir kalinya pada tahun 1963 di era Paus Paul VI, dan saat ini memang disimpan di Katedral terbesar di Ibu Kota Amerika Serikat tersebut. Lenny menginginkan Papal Tiara dikembalikan, tidak hanya untuk disimpan oleh Tahta Suci, namun untuk ia gunakan saat memberikan arahan pertamanya kepada para Kardinal setelah ia terpilih sebagai Paus. Sebuah gesture yang tidak hanya mempertegas Otoritas dia atas Gereja, namun dengan Papal Tiara lengkap dengan jubah mewah yang ia kenakan, Lenny seperti hendak menjadikan lembaga Kepausan sebagaimana ia beroperasi di era medieval dulu. Tidak hanya berkuasa penuh atas urusan spiritual Gereja namun juga hal lain diluar tembok Basilika Santo Petrus yang tidak lazim dilakukan Paus dan Gereja di abad modern. Secara historis, Papal Tiara yang pertama kali diperkenalkan pada abad ke-8 memang menjadi simbol 3 dimensi kekuasaan Paus: father of Kings, governor of the world, and Vicar of Christ. Sebuah simbol betapa absolutnya kekuasaan penerus Santo Petrus itu sebelum Eropa bergeser ke sekularisme.
Penulis naskah seolah ingin membuat komparasi ekstrim antara Lenny sebagai Paus Pius XIII di miniseri ini, dengan Paus Fransiskus yang saat ini bertahta di Vatikan. Paus Fransikus yang dikenal dengan kesederhanaan dan pandangan sosial-politiknya yang kerap dianggap lebih liberal ketimbang Paus-Paus sebelumnya, sangat bertolak belakang dengan Paus Pius XIII/Lenny yang tidak hanya menampilkan kemewahan dengan Papal Tiara dan jubah mewah, namun juga menawarkan pandangan teologis dan sosial-politik yang dapat dikategorikan sebagai archconservative, kanan mentok. Tentu bukan tanpa alasan pula penulis naskah seri ini memilih “Pius” sebagai nama Kepausan Lenny. Eugenio Maria Giuseppe Giovanni Pacelli adalah Paus terakhir yang menggunakan “Pius” sebagai nama Kepausannya pada 1939-1958. Sebagai Paus Pius XII, Pacelli adalah Paus yang sangat kontroversial karena kedekatannya dengan Hitler dan Mussolini saat Perang Dunia ke-2. Hal yang menyebabkan dirinya dijuluki sebagai Hitler’s Pope. Meski Gereja berulang kali menyangkal ini, banyak kalangan menilai Pius XII dianggap tidak melakukan lebih dari yang dia bisa dalam kapasitasnya sebagai Paus untuk menghentikan holocaust. Jadi rasanya pemilihan nama Pius XIII sebagai karakter utama di miniseri ini memang disengaja sebagai subtle reference yang dikehendaki penulis naskah.
Sebagai miniseri yang mendapatkan rating 8 di IMDB, tentunya ada plot twist yang membuat Young Pope sangat menyenangkan untuk diikuti. 10 episode miniseri ini menawarkan perkembangan karakter Lenny dari sosok konservatif yang tidak bisa digapai orang biasa menjadi sosok yang dicintai banyak orang dengan supporter yang menjelma menjadi semacam cult. Kompleksitas karakter Lenny yang lahir dari trauma masa kecil serta kisah asmara Lenny sebelum mengambil sakramen imamat menjadi adonan yang ciamik untuk mengeskplorasi perkembangan karakternya sebagai Pius XIII. Dengan bumbu intrik para kardinal dan petinggi gereja di Roman Curia serta skandal-skandal gereja yang sudah menjadi rahasia umum, Young Pope menawarkan kisah yang akan membuat Anda enggan beranjak dari layar kaca. Sebuah kisah tentang seorang yang terbilang muda untuk menduduki kursi tahta suci, yang berangkat dari citra sosok Paus era medieval yang angkuh menjadi sosok Paus yang dicintai banyak orang dengan moniker Pope of Love yang disematkan oleh pendukungnya. “The only way to be loved is to be hated” ujar Lenny di salah satu episode. Dan agaknya ujaran ini cukup merangkum kisah perjalanan kepausan Lenny yang diperankan dengan sangat meyakinkan oleh Jude Law di miniseri ini. 9 dari 10 adalah rating yang saya berikan untuk miniseri ini. Andai mereka menggunakan Personal Jesus karya Depeche Mode sebagai salah satu soundtrack di miniseri ini, saya tentu tidak ragu memberikan rating sempurna. “Reach out touch Faith !!! Your own personal Jesus. Someone to hear your prayers. Someone who cares”. Benar-benar peluang terlewat memasukan lagu bagus yang sangat klop dengan ide cerita miniseri ini. (Tyan)
Leave a Reply